Jumlah Pengunjung:
50854

Penanganan Fakir Miskin (PFM) yang dilakukan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional lainnya yang dilakukan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warganegara. Menindaklanjuti UU No. 13 Tahun 2011, Kementrian Sosial mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor20/HUK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial.

Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin


Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan penanganan fakir miskin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  1. Perumusan kebijakan di bidang penanganan fakir miskin perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal dan/atau perbatasan antarnegara;
  2. Pelaksanaan kebijakan di bidang penanganan fakir miskin perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal dan/atau perbatasan antarnegara;
  3. Penyusunan kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu;
  4. Penyusunan standard, norma, pedoman, criteria dan prosedur di bidang penanganan fakir miskin perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal dan/atau perbatasan antarnegara;
  5. Pemberian bimbingan teknis dan supervise di bidang penanganan fakir miskin perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal dan/atau perbatasan antarnegara;
  6. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penanganan fakir miskin perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal dan/atau perbatasan antarnegara;
  7. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin; dan
  8. fungsi lainnya yang diberikan olehMenteri

Sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 20/HUK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin adalah unsure pelaksana yang berada dibawah dan tanggung jawab kepada Menteri Sosial, terdiri dari: Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Penanganan Fakir Miskin Perdesaan, Direktorat Penanganan Fakir Miskin Perkotaan, Direktorat Penanganan Fakir Miskin Persisir, Pulau-pulau Kecil dan Perbatasan Antarnegara.

  1. UEP - KUBE
    Bantuan Stimulan Usaha Ekonomi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi, meningkatkan kemampuan usaha ekonomi, meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan penghasilan, tabungan dan menciptakan kemitraan usaha yang saling menguntungkan. Pemberian modal UEP kepada masyarakat fakir miskin dengan pola pendekatan kelompok yang disebut Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dengan media KUBE diharapkan muncul proses interaksi sosial sesama anggota, untuk membangun rasa kebersamaan dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi yang sekaligus juga untuk saling berbagi pengalaman. KUBE beranggotakan antara 5-10 KK dan pemberian bantuan stimulan modal usaha untuk meningkatkan kemampuan mengakses sumber daya ekonomi, meningkatkan kemampuan usaha ekonomi, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan penghasilan dan menciptakan kemitraan usaha yang saling menguntungkan.
    Bantuan KUBE sebesar Rp 2.000.000 per KK KUBE terdiri dari Kube Produksi danKube Jasa
  2. RS RTLH
    Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS RTLH) adalah upaya memperbaiki kondisi rumah, baik menyeluruh (peremajaan) maupun sebagian (pemugaran/ renovasi) sehingga tercipta kondisi rumah yang layak sebagai tempat tinggal. Tujuannya agar keluarga fakir miskin memiliki rumah yang layak baik dari sisi fisik, psikologis dan sosial. Secara fisik rumah tersebut kokoh, aman dan sehat, secara psikologis memberikan ketentraman bagi para penghuninya, dapat melaksanakan bimbingan dalam keluarga, dapat menjaga privasi setiap anggota keluarga serta membantu keluarga melaksanakan peran social dengan baik.
    Bantuan RS-RTLH ini sebesar Rp 15.000.000/KK.
  3. BPSU / e-Warong
    Alternatif penanganan fakir miskin untuk meningkatkan kemampuan fakir miskin memenuhi kebutuhan dasar bagi dirinya dan/ atau keluarganya perlu dikembangkan sesuai dengan karakteristik dan dinamika perkembangan sosial-ekonomi, diantaranya melalui usaha ekonomi produktif bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, yang tindak lanjuti dengan Bantuan Pegembangan Sarana Usaha (BPSU) dalam bentuk e-Warong PKH-KUBE yang dapat menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari dan kebutuhan bahan usaha Usaha Ekonomi Produktif bagi keluarga fakir miskin, tempat pemasaran produk-produk UEP dari anggota KUBE dan keluarga fakir miskin lainnya, serta memfasilitasi transaksi pembayaran bantuan sosial yang mudah dijangkau oleh penerima bantuan sosial yang ada di sekitar e-Warong PKH-KUBE.

    Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin memandang perlu memberikan Bantuan Pengembangan Sarana Usaha (BPSU) dalam bentuk e-Warung PKH-KUBE bagi KUBE yang Usaha Ekonomi Produktifnya telah berkembang, guna memudahkan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, pengembangan UEP dan penyaluran bantuan sosial secara elektronik.
    Nilai Bantuan Rp 10.000.000/unit
  4. Sarling
    Sarana prasarana lingkungan (Sarling) yang kurang memadai juga menghambat tercapainya kesejahteraan suatu komunitas. Lingkungan yang kumuh atau sarana prasarana lingkungan yang minim dapat menyebabkan masalah sosial dan kesehatan. Oleh karena itu untuk meningkatkan daya dukung lingkungan dan meringankan beban pengeluaran masyarakat fakir miskin diperlukan pembangunan atau perbaikan sarana lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin dan masyarakat umum seperti penyediaan air besih, sarana prasarana mandi, cuci dan kakus (MCK), pengolahan sampah dan jalan kampung. Perbaikan Sarling merupakan upaya yang terkait dengan penyediaan daya dukung lingkungan yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin atau penyediaan sarana prasarana lingkungan agar menjadi layak dan mendukung kondisi kehidupan masyarakat.
    Bantuan Sarana Prasarana Lingkungan Rp 50.000.000/unit
  5. BPNT
    Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan social serta untuk mendorong keuangan inklusif, Presiden Republik Indonesia (RI) memberikan arahan agar bantuan social dan subsidi disalurkan secara non tunai. Melalui penyaluran bantuan sosial non tunai dengan menggunakan system perbankan, diharapkan dapat mendukung perilaku produktif penerima bantuan serta meningkatnya transparansi dan akuntabilitas program bagi kemudahan mengontrol, memantau dan mengurangi penyimpangan. Sebagai salah satu program bantuan pemerintah, Rastra diamanatkan agar dapat disalurkan secara non tunai dengan bertransformasi dari bantuan pola subsisi menjadi bantuan sosial (pangan).
    Nilai Bantuan Rp 110.000/bulan

    Tujuan program Bantuan Pangan Non Tunai adalah sebagai berikut :
    1. Mengurangi beban pengeluaran KPM melalui pemenuhan sebagai kebutuhan pangan;
    2. Memberikan nutrisi yang lebih seimbang kepada KPM;
    3. Meningkatkan ketepatan sasaran dan waktu penerimaan Bantuan Pangan bagi KPM;
    4. Memberikan lebih banyak pilihan dan kendali kepada KPM dalam memenuhi kebutuhan pangan;
    5. Mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

    Manfaat Program Bantuan Pangan Non Tunai adalah sebagai berikut :
    1. Meningkatnya ketahanan pangan di tingkat KPM ;
    2. Meningkatnya transaksi non tunai dalam agenda Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT);
    3. Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan keuangan sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi yang sejalan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI);
    4. Meningkatnya efisiensi penyaluran bantuan sosial;
    5. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan.